twitter

Aku. Masih bisa tertawa kecil.

Ajak aku tersenyum, kawan!
Aku yang diam, membeku.
Walau hangat mentari merayuku.

Aku yang sendiri, terasing.
Walau hanya sejengkal jarakku akan kebahagiaan.

Mentari.
Memesona nian sinarmu, kala merayuku.
Tapi tak jua melelehkan gunung es-ku.

Kebahagiaan.
Kau memang menarik, amat sangat.
Tapi ku masih merasa asing akan kau, tuk saat ini.


Ajak aku tersenyum, kawan!
Aku yang bisu, terbungkam.
Saat dunia mencercaku akan pertanyaan hidup.

Aku yang menangis, pilu.
Saat sebuah komedi teronggok di hadapanku.

Pertanyaan hidup.
Memang kau ancam aku dengan beribu derita.
Tapi bisuku tak luluh olehmu.

Komedi.
Hal terlucu dari dunia yang lucu.
Kau tetap buatku menangis.


Ajak aku tersenyum, kawan!
Aku yang kalut., murka.
Saat kasih terjunjung tinggi di pelataran.

Aku yang tak acuh, bergeming.
Saat hati-hati tersentuh duriku.

Kasih.
Kau memang ada dalam jiwaku.
Tapi belum kuasai jiwaku.

Duriku.
Memang tak tajam, sungguh.
Tapi cukup untuk sekedar menyakiti.


Bodoh!
Untuk apa ku tuliskan ini semua?

Untuk meminta belas kasih?
Meminta pujian?
Atau bahkan meminta cemoohan?
Entahlah.

Aku.
Mungkin itu bukan aku.
Ya, semua itu bukan aku.

Berharap kata yang tertulis tadi.
Bukan tentangku.

Karena aku.
Masih bisa tertawa kecil kala ini.
Kala sayup semilir angin berhembus.
Kala orkestra katak berharmoni riang.
Kala huruf-huruf berpantomim lucu.

Mereka berkonspirasi.
Menculikku, lalu berkutat dalam dunia mereka.
Dunia imajinasi.


Kawan, masihkah kau bersedia tersenyum bersamaku?



22:22
21/02/2011

0 komentar:

Posting Komentar